This is Header Alert

Artikel

Puasa dalam Islam: Hakikat, Waktu, dan Jenis-Jenisnya dalam Kalender Hijriah

Dr. Ahmad Afif 31 Januari 2025
Bagikan ke

Berpuasa pada hakikatnya adalah menjalankan perintah Allah SWT agar dapat menjaga diri serta menjadi ibadah yang diperuntukkan bagi-Nya. Mengapa demikian? Dalam Islam, setiap ibadah memiliki alasan dan tujuan tertentu. Puasa juga berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang memiliki nafsu, hati, dan pikiran. Watak manusia memiliki potensi untuk menjadi baik maupun buruk, dan puasa menjadi salah satu cara untuk mengendalikannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al-Kahf ayat 28, yang berbunyi:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا ۝٢٨

“Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas”. (Qs. Al Kahf: 28).

              Menjaga diri adalah esensi utama dari puasa, sebagaimana yang direkomendasikan oleh Allah SWT dengan segudang manfaat yang luar biasa. Secara psikologis, puasa mendorong shaim (orang yang berpuasa) untuk menjauhi maksiat dan segala bentuk perilaku negatif, karena hal tersebut dapat membatalkan puasa. Oleh karena itu, puasa dapat menjadi junnatun (perisai) yang membantu seseorang menjadi pribadi yang lebih positif dalam pikiran dan tindakan.

Selain itu, dalam perspektif keimanan, puasa memiliki makna yang sangat kuat berdasarkan dalil Ilahi. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari (1761) dan Muslim (1946), Rasulullah SAW bersabda:

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”(HR. Muttafaqun Alaih).

              Lalu, apa saja jenis puasa dalam kalender Hijriah? Pada dasarnya, waktu pelaksanaan puasa dalam Islam telah ditetapkan sesuai ketentuan syariat. Berdasarkan dalil yang ada, puasa diperbolehkan setiap bulan dalam kalender Hijriah, kecuali pada hari Tasyrik (11-13 Dzulhijjah), di mana puasa diharamkan. Sementara itu, puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan dan bagi mereka yang bernazar (karena bersumpah kepada Allah SWT atas suatu pencapaian).

Selain itu, terdapat puasa sunnah yang dapat dilakukan setiap bulan, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud, puasa Dalail, dan puasa Ayyamul Bidh (puasa pada pertengahan bulan). Beberapa puasa lainnya juga dianjurkan berdasarkan hari tertentu dalam kalender Hijriah.

Sebagai contoh, pada bulan Muharram, disunnahkan berpuasa pada tanggal 1 hingga 10 Muharram. Anjuran ini didasarkan pada berbagai peristiwa bersejarah yang dialami para Nabi dan Rasul, yang menjadikan puasa pada hari-hari tersebut memiliki makna khusus dalam Islam.

              Pada bulan Safar, Robiul Awwal, Robiul Tsani, Jumadil Ula, Jumadil Ukhir, dan Dzulqo’dah disunnahkan puasa Senin dan Kamis, Dawud, Dalalil, serta Bidh.

              Pada bulan Rajab, kita disunnahkan untuk melaksanakan puasa di bulan asyharul hurum (bulan yang mulia). Sesuai Hadits yang dikutip oleh Imam al-Ghazali dalam Ihyâ ‘Ulumiddîn yang berbunyi:

  صوم يوم من شهر حرام أفضل من ثلاثين من غيره وصوم يوم من رمضان أفضل من ثلاثين من شهر حرام 

Artinya: Satu hari berpuasa pada bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), lebih utama dibanding berpuasa 30 hari pada bulan selainnya. Satu hari berpuasa pada bulan Ramadhan, lebih utama dibanding 30 hari berpuasa pada bulan haram.

              Pada bulan sya’ban, juga disunnahkan berpuasa, khususnya ketika malam nisfu syaban (hari diangkatnya buku catatan amal manusia ke langit).

              Dalam bulan Ramadhan sudah pasti diwajibkan kepada orang Islam; kecuali mempunyai udzur (berhalangan puasa) dengan konsekuensi membayar/qodho’ puasa tersebut sesuai dengan ketentuan fikih.

              Sedangkan Syawwal, sangat disunahkan puasa 6 hari mulai tanggal 2 syawwal ke belakang. Hal ini sesuai Hadits dari Abu Ayub al-Anshari, Rasulullah saw. Bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِرًّا مِنْ شَوَّالٍ، فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ

Artinya: "Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan lalu dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, seakan-akan dia berpuasa sepanjang tahun." (HR Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, dan Abu Dawud).

              Adapun dua bulan terakhir yaitu Dzulqa’dah  dan Dzulhijjah juga disunnahkan berpuasa karena termasuk asyharul hurum (bulan yang mulia). Khusus Dzulhijjah, ada puasa yang khusus disunnahkan pada hari ke 1 sampai 9 (tarwiyah dan arafah).

Bukan berarti tidak ada kesunnahan, jenis puasa yang lain, pada bulan-bulan di atas. Tentunya, dimungkinkan berpuasa dengan disesuaikan oleh masing-masing Ulama yang berpendapat.

              Konsekuensi menghargai waktu dalam mencapai puasa yang hakiki sesuai ketentuan dalam sumber hukum Islam, sekiranya dapat menjelma sebagai sebuah aksi nyata untuk kita mengerjakannya. Namun, puasa Ramadhan tetap wajib, juga puasa Nadzar. Ketentuan berpuasa tentulah harus memenuhi kriteria rukun yang telah ditentukan sesuai hukum fikih yang berlaku. Sehingga kita menjadi hamba yang menjaga diri dan mempersembahkan puasa kita secara sempurna kepada Allah swt.

 

 

 

#Kebenaran
Bagikan ke

Artikel Lainnya