Hikmah Berpuasa Dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menjadi sarana untuk melatih kesabaran dan mengendalikan hawa nafsu. Dalam Islam, puasa memiliki kedudukan istimewa sebagai ibadah yang tersembunyi; hanya Allah SWT dan individu yang berpuasa yang mengetahuinya. Lebih dari itu, puasa juga berperan dalam mengendalikan syahwat, yang sering kali menjadi pintu masuk bagi bisikan setan
Sesungguhnya puasa itu seperempat dari iman. Hal ini disandarkan pada Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Tirmidzi yang berbunyi:
الصوم نصف الصبر
“ Sesungguhnya berpuasa itu Sebagian daripada kesabaran”. (HR. Tirmidzi).
Segala muara amarah akan dapat diredam dengan kesabaran yang tiada batas ujungnya. Sama halnya dengan puasa yang sejatinya melatih kesabaran kita. Atas dasar itulah, puasa juga layak di-nisbatkan dengan seperempat dari iman.
Senada dengan apa yang terdapat pada untaian Imam Ghazali tentang pola ibadah puasa yang kita lakukan yaitu; pertama, sesungguhnya puasa merupakan ibadah yang tersembunyi; hanya Allah swt. dan shaim (orang berpuasa) yang tahu. Segala ketaatan dapat terlihat bentuknya, kecuali berpuasa. Pada dasarnya, berpuasa adalah ibadah batin untuk melatih kesabaran. Kedua, meredam syahwat. Sesungguhnya, syahwat merupakan alasan setan dilaknat Allah swt., karena syahwat juga menjadi penghantar bisikan setan sampai kepada mata batin setiap manusia. Adapun, syahwat akan semakin kuat daya pikatnya melalui makan dan minum. Dua hal inilah yang menyebabkan manusia rentan untuk menuruti syahwatnya secara menggebu-gebu. Sesuai Hadits Nabi Muhammad saw. yaitu;
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ ، فَضَيِّقُوا مَجَارِيَهُ بِالْجُوعِ ” ، ذَكَرَهُ فِي الْإِحْيَاءِ ، قَالَ الْعِرَاقِيُّ : مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مِنْ حَدِيثِ صَفِيَّةَدُونَ قَوْلِهِ: فَضَيِّقُوا مَجَارِيَهُ بِالْجُوعِ
“Sesungguhnya setan itu menyusup dalam aliran darah anak Adam, maka persempitlah jalan masuknya dengan lapar (puasa)”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Kata kuncinya adalah kesabaran dan syahwat. Itulah yang muncul – apabila kita bertanya tentang hikmah puasa – dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghazali Rahimallahu Ta’ala. Apabila kita bersabar, maka jawabannya merupakan sarana dalam menekan laju syahwat yang membebani amal ibadah kita setiap hari. Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan mengendalikan diri; yang juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya. Semakin tinggi tingkat kesabaran yang dimiliki seseorang, maka semakin kokoh juga ia dalam menghadapi segala macam masalah yang terjadi dalam kehidupan.
Adapun syahwat adalah keinginan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk meraih sesuatu. Apabila syahwat tidak bisa dikendalikan, maka mudah bagi kita untuk melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Syahwat bermacam-macam, bukan hanya yang berkaitan dengan makanan, melainkan juga materi, kedudukan, dan yang lainnya. Semakin bernafsu untuk meraih sesuatu, maka semakin besar pula godaan dan tipu daya setan yang menyelinap melalui peredaran darah kita. Maka, puasa menjadi solusi atas liarnya syahwat manusia yang sulit dikendalikan.
Antara kesabaran dan syahwat memiliki hubungan seperti gaya gravitasi dalam ilmu fisika. Teori gravitasi menyatakan bahwa interaksi antara dua objek dipengaruhi oleh massa dan jaraknya. Dalam konteks ini, puasa berperan sebagai penyeimbang antara kesabaran dan syahwat. Semakin sering seseorang berpuasa, semakin terlatih pula kesabarannya. Selain itu, puasa juga memberikan manfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Dengan terkendalinya syahwat melalui latihan kesabaran, seseorang dapat mencapai kesempurnaan iman dan meningkatkan kualitas ibadahnya.