This is Header Alert

Artikel

Idul Fitri Sebagai Momen Pengingat

Dr. Ahmad Afif 9 April 2025
Bagikan ke

Biasanya, inflasi akan terjadi di setiap momen Ramadhan – apalagi akhir bulannya sampai momen Idul Fitri – datang dengan seabrek kronologi yang menyertainya. Peningkatan permintaan, kenaikan biaya produksi, dan peningkatan jumlah uang yang beredar tetap menjadi sandiwara inflasi yang terus terjadi setiap musim Ramadhan/Idul Fitri. Berbicara tentang inflasi setiap momen musiman tersebut, mengingatkan kembali diri kita bahwa sejatinya hubungan emosional antar Muslim perlu dijaga; bahkan diperbaiki agar lebih baik. Momen Idul Fitri ibarat dikata sebagai bulan pelepas dahaga setelah sebulan lamanya. Banyak kronologi yang tak berarti telah sampai pada ujung di bulan Ramadhan/Idul Fitri. Keretakan hubungan antar sesama umat Islam biasanya terjadi manakala tidak adanya “sefrekuensi”. Padahal, Nabi Muhammad SAW telah memberikan sebuah catatan penting atas payung kerukunan umat melalui Agama Islam.

الإسلام يعلو ولا يعلى عليه

Artinya: ”sesungguhnya Islam itu mulia/tinggi tidak ada agama yang lebih tinggi daripadanya”. (HR. Bukhari).

 

Idul Fitri Sebagai Momen Kemenangan

Konsep kemenangan telah berulang kali di-reminder Tuhan melalui adzan. Lafadz حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ mengandung arti kemenangan. Layaknya umat Islam yang berhasil melewati hadangan inflasi juga rentetan latihan mengolah nafsu melalui media puasa dan keutamaan lailatul qadar, momen lebaran – Idul Fitri – juga telah menjelma sebagai satu kesatuan dengan kemenangan diri sendiri maupun atas orang lain. Persaudaraan sesama umat Islam akan berhasil dibina dengan baik melalui pengingat kembalinya taaruf (saling mengenal). Konsep tersebut, nyatanya benar-benar menjadi kemenangan mutlak atas kedigdayaan umat. Makna dari ungkapan ini adalah “ bergegaslah menuju keberhasilan”. Tentu, keberhasilan yang dipertegas dan dibergegas akan dapat dicapai melalui konsep taaruf (saling mengenal) antar umat Islam.

Saling mengetahui merupakan gerbang pembuka keberhasilan setiap muslim untuk mempertegas capaian di dunia dan akhirat. Bukankah nantinya, setiap muslim akan dimintai pertanggung jawaban atas amaliyah di dunia? Maka, capaian keberhasilan dunia dan akhirat dapat dibuka kembali melalui momen Idul Fitri.

 

Idul Fitri Sebagai Momen Bermaafan

              Silaturahmi menurut Syariah juga merupakan praktik utama, karena dapat membantu menghubungkan berbagai hal yang telah terputus.

Hal  ini sebagaimana dalam salah satu hadits: 

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِيء وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Bukanlah bersilaturahmi orang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang bersilaturahmi adalah yang menyambung apa yang putus.” (HR Bukhari).

Putusnya tali temali masih bisa diperbaiki dan disulam, namun putusnya silaturahim yang tidak dirajut tidak akan bisa disambung kembali. Tentu, konsep tafahum (saling memahami) antar muslim sangat dibutuhkan. Fokus saja terhadap hati masing-masing, di suatu waktu kita menyapa saudara kita, namun tidak ada senyum dirautnya. Tidak boleh kita langsung menghakimi bahwa si fulan tidak suka. Bisa jadi, si fulan tersebut sedang sakit gigi; makanya tidak bisa senyum ketika disapa. Kronologi kecil tersebut nyatanya menjadi bias manakala tidak dipertegas dengan untaian pengingat kembali melalui rajutan yang disulam; saling bermaafan.

              Terkadang ada yang bertanya, “ mengapa kita disuruh minta maaf, padahal tidak berbuat salah?” sekarang begini saja, tali yang sudah tersambung pasti ada beberapa rajutan yang kusut. Rajutan tersebut memang menjadi sifat bahan tali. Sama halnya dengan manusia yang tak luput dari lupa dan salah. Redaksi “lupa dan salah” adalah satu rangakaian. Bisa saja kesalahan yang diperbuat berasal dari lupa ataupun juga kesalahan yang sudah dilupakan.

              Melalui momen Idul Fitri, sesungguhnya umat Islam perlu mengingat kembali tentang pentingnya rajutan yang memang sudah kusut ataupun juga tidak kusut. Karena maintenance tali itu penting dilakukan. Tidak bisa umat Islam hanya mempunyai semboyan “persatuan” namun hanya terus dilupakan tanpa ada pengingat kembali atas rajutan yang mulai hilang.

 

#Budaya
Bagikan ke

Artikel Lainnya