Ikhlas
Ikhlas—kata ini sering kita sebut dan lafalkan, namun dalam praktek, seringkali terabaikan.
Mudah diucap, namun sulit, seperti embun pagi yang cepat menghilang.
Mengaku ikhlas, belum tentu benar adanya, kadar sejati hanya Allah yang mengetahui.
Malaikat dan setan tidak melihat yang tersembunyi, keikhlasan adalah rahasia, hanya Allah yang memahaminya.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah ﷺ ditanya, “Apa makna ikhlas, wahai Nabi?”
Lalu Jibril bertanya pada Allah, mengungkap rahasia yang tak terlihat ini.
Allah berfirman, “Ikhlas adalah rahasia-Ku yang dalam, Tersembunyi di hati hamba-Ku yang tercinta, tak terlihat oleh malaikat atau setan yang diam.”
Mari kita coba klasifikasikan ikhlas dalam tiga acuan, pertama, pujian dan celaan dianggap sama, orang ikhlas tak tergoyahkan baik pujian atau celaan yang datang. Segala amal mereka, hanya untuk Allah semata, tak terikat pada dunia, atau apa yang tampak di mata.
Kedua, melupakan amal baik yang telah dilakukan. Gus Dur pernah berkata, “Ikhlas itu, lupa akan apa yang telah dilakukan.” Mereka yang ikhlas, tak mengingat kebaikan yang telah diberi.
Ketiga, melupakan hak amal baiknya untuk memperoleh pahala di akhirat, Ikhlas berarti hanya mengharap balasan dari Allah di hari akhir. Amal dilakukan tulus untuk mengharap ridha-Nya.
Dalam ibadah, ikhlas adalah kunci yang utama, Syekh Ibnu Athaillah berkata, “Amal tanpa ikhlas, seperti tubuh tanpa jiwa yang tak ada rasa.” Amal ibadah yang tak ikhlas, ibarat jasad tanpa ruh, tak bernyawa dan mati rasa.
Ikhlas adalah syarat diterimanya amal, kunci dari setiap niat. Hendaknya kita berusaha, agar keikhlasan menjadi benih yang tak akan layu. Dengan pemahaman ini, semoga kita lebih mengerti dan memahami, Menjadi hamba yang ikhlas dalam setiap amal, setiap doa, dan setiap salam yang tulus. [Amir][Pict by: Freepik].